27 Juli, 2023

Upacara Kepercayaan Masyarakat Karo Tradisionil

PMS
- Mengupas upacara kepercayaan masyarakat suku Karo tradisional. 
A. Upacara Perumah Begu. Perumah Begu adalah suatu upacara ( Liturgi) yang bersifat religi, di mana upacara ini dibawakan oleh Guru Slbaso. Guru Sibaso dalam hal ini membaurkan dirinya dalam suasana spiritualis yang dapat melahirkan imaginasi imaginasi yang bersumber kepada tingkah laku dan sikap hidup dari jiwa-jiwa yang telah meninggal dunia. Ekspresi dari jiwa Guru Sibaso ini melukiskan... 

semua sifat sifat dari orang yang telah meninggal itu, sehingga keluarga dalam hal ini sukut, merasa bersatu kembali dengan roh keluarga yang telah meninggal itu. Hakekat dari upacara (liturgi) antara lain: 

1. Mengukuhkan rasa persatuan dan tanggung jawab dalam keluarga. 2. Mengukuhkan hubungan hubungan yang telah retak, yang mungkin ada ditengah tengah keluarga "Salangsai bala kelesa, purpur sage, sai mara kurumah tendi

B. Upacara Persilihi. Pengertian ini mirip dengan istilah bahasa Indonesia yaitu mengadakan pertukaran, badaniah dengan roh jahat. Upacara (liturgi) ini juga bersifat religi. Dalam hal ini sipenderita merasa bahwa jiwanya dikekang oleh suatu roh. Menurut guru perdewal-dewal sipenderita harus dikembalikan jiwanya, dengan mengadakan suatu upacara yang disebut persilihi. Upacara (liturgi) ialah:

1. Pertama tama sebuah batang pisang diukur seperti wajah manusia, dalam hal ini wajah sipenderita. Kemudian batang pisang ini diberi berpakaian yang dalam hal ini adalah pakaian sipenderita.

2. Manuk i sangkepi yaitu daging ayam yang telah direbus dan dibentuk kembali merupakan bentuk ayam hidup dan biasanya ayam jantan yang merah warna bulunya.

3. Cimpa lepat ialah mungkin sejenis kue yang terbuat dari tepung beras, dan dibungkus dengan daun pisang.

4. Mata uang perak ialah mungkin sebagai upah bagi roh yang menguasai sipenderita itu. Setelah guru sibaso mempersiapkan ini maka mulailah guru sibaso ini berlagu tabas. Segala roh gunung disebut, roh air disebut dan roh roh api dan lain sebagainya. 

Dengan menyebut roh roh ini, sekaligus memuja-muja, dimana guru sibaso memohon agar sipenderita kiranya jangan diganggu lagi dan dimana guru sibaso itu, memohon agar sipenderita kiranya jangan diganggu lagi. 

Dan kalau boleh supaya kesehatan jiwa dan raga kembali seperti sedia kala. Setelah selesai upacaranya maka batang pisang tadi, dibawa oleh guru sebaso kesuatu tempat dimana roh yang mengejutkan sipenderita, ada kesungai, ada juga kepersimpangan jalan ada juga ketepi hutan dan lain-lain.

C. Raleng Tendi. Raleng tendi juga adalah suatu upacara (liturgi) yang bersifat religi tendi sipenderita I aleng artinya, dipanggil dengan perantaraan guru sibaso. Dalam liturgi raleng tendi ini, guru sibaso juga memegang peranan utama, guru sibaso mengatakan bahwa tendi dari sipenderita pernah dikejutkan oleh suatu roh, oleh sebab itu maka tendi sipenderita harus I aleng atau dipanggil. 

Guru sibaso mulai menyebut nyebut roh roh yang mungkin mengejutkan sipenderita, sambil menari dengan iringan musik keteng-keteng dan belobat. Guru sibaso bernyanyi memuja roh, yang mengganggu sipenderita agar tendi sipenderita jangan dikekang atau dikuasai lagi oleh roh jahat itu, dan kalau boleh supaya mendapat kesehatan seperti sedia kala. 

Dalam beberapa daerah kampung, istilah raleng tendi ini disebut juga "ngkicik tendi". Menurut guru sibaso kadang kadang roh tadi, tetap mengekang tendi si penderita, sehingga sulit memulihkannya kembali. Dalam hal ini guru sibaso mengayunkan kicik yang berisi beras, sambil. menyanyi memuja roh yang mengganggu itu. 

Oleh karena itu kalau roh jahat itu tetap mengekang maka guru sibaso pun memanggil jinujung nya, yaitu suatu roh juga tapi roh yang mereka sebut roh penjaga. Kadang kadang terjadi lah pertempuran hebat antara roh jahat itu dengan roh penjaga itu, yang berakhir dengan kemenangan roh penjaga yaitu pihak jinujung guru sibaso, sehingga tendi sipenderita kembali.

D. Upacara Ngarkari. Upacara ini sehubungan juga dengan upacara (liturgi) yang bersifat religi. Yang kita jumpai pada upacara mengket rumah, mimpi yang jahat dari suatu keluarga. Dalam acara liturginya, guru sibaso memegang peranan penting juga. Pada upacara mengket rumah bila guru peniktik wari sitelu puluh, mengatakan bahwa upacara mengket rumah ini belum selesai. 

Dengan upacara liturginya dimana harus dilanjutkan dengan upacara "ngarkari". Makna dari pada upacara ngarkari ialah supaya seluruh keluarga isi rumah jangan kena bala. Yang berhubungan dengan mimpi jahat, dalam suatu keluarga, menurut guru sibaso harus diadakan upacara liturgi, dimana menurut guru sibaso bahwa mimpi ini harus I "ulaken" dengan upacara ngarkari agar keluarga beroleh selamat. 

Biasanya upacara ngarkari ini disertai dengan tanda yang disebut "putar". Putar ialah suatu tanda atau cap yang digoreskan dengan dua jari, telunjuk dan tangah ke wajah seseorang. Putar ialah terbuat dari campuran sirih dan kapur dan dicampur dengan ramuan dari daun yang dianggap mempunyai manna (sakti).

E. Upacara Memberikan Kahul. Upacara memberikan kahul adalah juga berhubungan dengan religi. Yaitu pihak keluarga atau sipenderita, telah bebas dari suatu cengkraman jahat dari suatu roh. Guru sibaso juga memegang peranan penting dan dialah mengatakan kepada sipesakitan, supaya melepaskan suatu tanda yang disukai oleh sesuatu keramat. 

Dalam hal ini, sehubungan dengan wawancara kita maka ada yang dilepaskan yaitu: ayam putih, kambing putih yang jantan dan sebagainya, yang sesuai menurut selera keramat itu. Penyusun masih dapat menyaksikan disuatu desa, bahwa seekor kambing jantan yang berwarna putih kepunyaan keramat yang disebut kambing "meriam". 

Kambing ini tidak boleh diganggu, walaupun kambing ini masuk pekarangan rumah. Kambing ini biar berbuat sesuka hatinya dipekarangan rumah, sebab bila diusir atau dipukul maka keramat meriam ini akan member hukuman kepada kita. Jadi kambing ini acap kali sangat merugikan masyarakat desa itu. 

Sering merusak tanaman penduduk kampung itu. Sampai sekarang kambing ini masih hidup dikamphng itu. Contoh ini terjadi dikampung sukanalu, dimana kampung ini terdapat sebuah keramat yaitu: "puntung dari Meriam Putri Hijau" Keramat ini dipuja oleh sebagian besar dari penduduk kampung ini. 

Kalau ada bala yang menimpa kampung ini, maka segera diadakan upacara liturgy untuk menyemabah meriam ini. Gelaran yang dipakai untuk meriam ini oleh penduduk kampung ialah "Nini Meriam". Semua penduduk kampung ini menyembah dan meminta selamat dari suatu bala. 

Ada yang terkabul menurut mereka sehingga mereka memberikan atau mempersembahkan (Kabul) yaitu seekor kambing putih. Mengapa seekor kambing jantan putih yang dipersembahkan kepada keramat ini? Mungkin menurut guru sibaso bahwa kambing jantan putih ini yang menjadi kesukaan keramat ini tadi. 

Oleh sebab itu pihak si penderitamempersembahkan kambing ini tadi. Dalam mempersembahkan kahul ini juga disertai dengan upacara (liturgi) yang dipersembahkan dengan perantaraan guru perdewel-dewel, atau guru sibaso. 

Sampai sekarang keramat meriam ini, ramai dikunjungi oleh kaum turi  dari berbagai daerah dan bangsa. Pada waktu revolusi phisik kemerdekaan kita, dimana tanah karo dibumi hanguskan, maka kampung sukanalu turut juga dibumi hanguskan, yang rata seluruh rumah adatnya dengan tanah, kecuali rumah meriam itu. 

Bangunan rumah meriam ini masih utuh sampai sekarang, dan dibalut dengan kain putih. Pekarangannya cukup bersih bukan karena adanya tukang kebunnya melainkan siapa yang berniat mengadakan persembahan maka dia sendiri membersihkannya. 

Sumber : Buku Mutiara Hijau Budaya Karo. Penerbit  Balai Adat Budaya Karo (Sastra Klasik, Seni & Adat, Serta Pemerintahannya). 2012. Penyunting : Drs. Sarjani Tarigan, MSP

1 komentar:

Mohon Tinggalkan Pesan