PMS DAIRI - Tahun Baru 2023 akhirnya muncul juga. Adalah 3 orang sahabat Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Halim Lumbanbatu, Ketua Pemuda Batak Bersatu (PBB) Ertho Fischer Tobing, SH, MM, Ketua Pemuda Merga Silima (PMS) Kabupaten Dairi Robert H. Ginting, AP, M.Si merayakan Tahun Baruan bersama. Sore hari di kediaman Ketua IPK Dairi mereka bertiga bercerita kelucuan di era Bupati yang lama dan di era Bupati yang baru. Banyak rumusan dihasilkan dan hanya mereka bertiga yang membungkusnya sambil menikmati kacang tojin menantang asam urat di tahun 2023. Pertemuan mereka berlangsung cukup lama seperti sidang paripurna sampai jam 18.00 WIB. Hal-hal seram pun digambarkan masing-masing Ketua ini dengan prediksi, kajian maupun ulasan. Karena Ketua PMS Dairi ada acara menghadiri Gendang Karo Karang Taruna di Kutabuluh dan Lau Gunung Kecamatan Tanah Pinem, maka mereka berpisah sambil tertawa.
Menurut www.kompas.com , Pergantian tahun selalu dirayakan dengan suka cita oleh semua orang di seluruh dunia. Biasanya, pergantian tahun Masehi yang berlangsung dari tanggal 31 Desember hingga 1 Januari dirayakan dengan pesta meriah, membuat resolusi, dan lain sebagainya. Lalu, bagaimana sejarah perayaan tahun baru Masehi bermula? Dipelopori oleh masyarakat Mesopotamia Perayaan pergantian tahun atau tahun baru telah dilakukan oleh masyarakat Mesopotamia pada sekitar 2000 SM. Mereka merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada di atas katulistiwa, yang sekarang bertepatan pada tanggal 20 Maret
Perayaan tradisional seperti itu disebut Nowruz, yang sampai saat ini masih dilakukan di beberapa negara Timur Tengah. Setelah itu, peradaban di seluruh dunia juga tercatat merayakan tahun baru yang didasari oleh berbeda peristiwa. Misalnya di China, tahun baru ditandai ketika terjadi bulan baru kedua setelah titik balik matahari pada musim dingin. Baca juga: Sejarah Penggabungan Tahun Jawa dan Islam Perayaan tahun baru pada 1 Januari Perayaan tahun baru pada 1 Januari pertama kali dilakukan pada 46 SM, pada masa kekuasaan Kaisar Romawi, Julius Caesar.
Kala itu, Julius Caesar memutuskan mengganti penanggalan Romawi yang terdiri dari 10 bulan (304 hari), yang dibuat oleh Romulus pada abad ke-8. Dalam mendesain kalender baru, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi asal Iskandariyah, Mesir. Sosigenes menyarankan agar penanggalan baru dibuat berdasarkan revolusi matahari, seperti yang dilakukan orang Mesir kuno. Setelah itu, 1 Januari resmi ditetapkan sebagai hari pertama tahun, di mana satu tahun terdiri atas 365 seperempat hari.
Nama Januari diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus, yang memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan ke belakang. Masyarakat Romawi meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa permulaan sekaligus dewa penjaga pintu masuk. Julius Caesar juga setuju untuk menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM, sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Untuk menghormati Dewa Janus, maka orang-orang Romawi mengadakan perayaan setiap tanggal 31 Desember tengah malam untuk menyambut 1 Januari.
Selain itu, Julius Caesar memerintahkan setiap empat tahun sekali, satu hari ditambahkan pada bulan Februari. Penanggalan ini kemudian dikenal dengan nama Kalender Julian, diambil dari nama Julius Caesar. Baca juga: Sekaten: Asal Usul, Prosesi, Tradisi, dan Pantangan Perayaan tahun baru Masehi Saat Kalender Julian pertama kali diterapkan, memang belum memasuki tahun Masehi. Tahun Masehi baru dihitung sejak kelahiran Isa Al-Masih dari Nazaret, yang mulai diadopsi di Eropa Barat pada sekitar abad ke-8.
Dalam
perkembangannya, Kalender Julian dimodifikasi sedemikian rupa menjadi Kalender
Gregorian. Kalender Gregorian yang dicetuskan oleh Dr. Aloysius Lilius
disetujui oleh pemimpin tertinggi umat Katolik di Vatikan, Paus Gregory XIII
pada 1582. Sistem Kalender Gregorius inilah yang kemudian ditetapkan
negara-negara di seluruh dunia. Sejak saat itu, setiap tanggal 31 Desember
malam dilakukan perayaan pergantian tahun yang semakin meriah di seluruh
belahan dunia.
Wuih...ngeri kaleeeeee
BalasHapusterimakasih
BalasHapus