14 Desember, 2022

LEGENDA MERIAM PUNTUNG DI SUKANALU KARO

LEGENDA - Kabupaten Karo dikenal dengan banyaknya tempat wisata yang sering dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Namun, kabupaten yang dikenal dengan Bumi Turang ini ternyata tak hanya memiliki wisata yang menonjolkan keasrian alamnya. Salah satunya adalah Meriam Puntung, yang terletak di Desa Suka Nalu, Kecamatan Barus Jahe. Lokasi ini, berjarak sekitar 20 Kilometer dari kawasan wisata Berastagi.  Dan jika pengunjung datang dari Kota Medan, akses jalannya mulai dari Desa Tongkoh menuju Jalan Barusjahe. Dapat ditempuh sekira 2,5 jam. Menurut cerita dari juru kunci lokasi tersebut Maslela bru Tarigan, pecahan meriam ini merupakan bagian dari meriam yang ada di halaman Istana Maimun, Medan.

Dirinya menyebutkan, awal mula meriam puntung ini bermula dari cerita Putri Hijau yang terlahir Desa Siberaya, dekat hulu Sungai Petani (Sungai Deli). Dalam cerita itu disebutkan Sang Puteri memiliki dua saudara kembar, Mambang Yazid dan Mambang Khayali. Mambang Yazid dapat menjelma menjadi seekor naga yang disebut Ular Simangombus. Sedangkan Mambang Khayali bisa berubah menjadi meriam yang kemudian dikenal dengan sebutan Meriam Puntung 

"Jadi si putri ini mau dilamar sama anak raja, tapi si putri minta syarat sama anak raja harus memberi makan salah satu turangnya (saudaranya) hati lembu setiap hari. Tapi kan lama kelamaan jadi habis, karena itu dia pergi ke Hamparan Perak," ujar Maslela, saat ditemui, Minggu (24/2/2019). Dirinya mengungkapkan, setibanya di Hamparan Perak sang putripun dijemput oleh seorang pria kerajaan yang berasal dari Aceh. Melihat sang kecantikan sang putri, pria tersebut langsung jatuh hati dan ingin mempersuntingnya. 

Namun sayang, lamaran itu ditolak oleh sang putri, kemudian Sultan Aceh pun murka. Ia merasa diri dan kerajaannya dihina, kemudian menurunkan bala tentara dan membombardir Kesultanan Deli. "Sultan Aceh itu yang jemput putri, tapi enggak mau dia. Terus dibikinnya peluru dari emas sama perak, saudara si putri (Mambang Khayali) juga berubah menjadi meriam nembaki orang Aceh itu juga," ungkapnya. Pada saat pertempuran keduanya, Mambang Khayali terus melontarkan mortar ke pasukan Aceh. Lama kelamaan meriam itu menjadi panas, kemudian meledak dan terpecah.  

Menurut informasi, sebagian besar meriam tersebut terlontar ke Labuhan Deli dan kini telah disimpan di Istana Maimoon. Sedangkan bagian lainnya yang berupa moncong meriam, tercampak ke Desa Sukanalu. "Kalau cerita dari nenek-nenek kami katanya si meriam itu haus, tapi tunggu sebentar lagi karena sudah akan menang. Tapi karena terus dipaksa akhirnya pecah meriamnya," katanya   lokasi meriam tersebut terletak di ujung desa, dan dinaungi oleh pepohonan yang ukurannya cukup besar.   

Saat ini meriam tersebut disimpan di dalam sebuah tempat yang dikelilingi oleh jerjak besi. Ada satu kebiasaan bagi pengunjung yang datang. Mereka biasanya diminta untuk mengangkat meriam itu. Masyarakat percaya, hanya orang yang tulus saja yang bisa mengangkat meriam ini. "Kalau yang memang dia mau pasti bisa diangkat, tapi kalau niatnya sudah tidak bagus bergeser pun tidak bisa," katanya. 


Seorang pengunjung Dasar Tarigan, mengungkapkan kedatangan ke sana bermaksud untuk melihat langsung lokasi meriam yang telah melegenda itu. Warga Sibirubiru, Deliserdang, itu menyebutkan dirinya selama ini hanya mengetahui cerita tersebut lewat omongan orang. "Tadi ziarah ke sini sekaligus lihat secara langsung, karena selama ini cuma tau dari orang saja. Makanya kita sebagai orang Karo ya mau tau juga lah," pungkasnya. Sumber : https://medan.tribunnews.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Tinggalkan Pesan