PMS DAIRI - Beberapa tokoh muda Karo, pagi ini setelah ibadah hari minggu di Gereja Batak Karo Protestan berbincang sehat, banyak topik yang silih berganti dibahas. Satu topik yang menarik adalah nama Liberty Manik yang patungnya ada di Taman Wisata Iman. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Pemuda Merga Silima (PMS) Kabupaten Dairi Robert Hendra Ginting, A.P, M.Si pun ikut didalamnya bersama Ketua PMS Sitinjo Jimmy Ginting,S.Pd juga Yosua Perdamenta Bangun dan beberapa pengurus lainnya. Ada keheranan mereka kenapa sampai saat ini tidak ada nama jalan Liberty Manik di Kabupaten Dairi. Menurut Ketua PMS Sitinjo, sepertinya kita terihat kurang menghargai beliau, biasanya salahsatu bentuk penghargaan tersebut adalah menjadikan namanya menjadi nama jalan di daerah seperti jalan Letjend. Jamin Ginting, Jalan Ahmad Yani, Jalan Jendral Sudirman dan lainnya.
Ketua DPD PMS Dairi sependapat dengan Ketua PMS Sitinjo terkait perlunya penabalan nama jalan Liberty Manik sebagai bentuk penghargaan kita masyarakat Kabupaten Dairi tempat kelahiran beliau.
"Tidak ada kata terlambat, sebaiknya Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Dairi melakukan musyawarah dan mufakat bersama dan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di Kabupaten Dairi untuk membuat nama jalan Liberty Manik dan tokoh-tokoh Dairi lainnya, seperti Mayor Selamat Ginting juga nama-nama jalan yang di ambil dari nama mantan-mantan Bupati Dairi" ungkap Robert Ginting.
Nama Liberty
Manik tercatat dalam buku sejarah Indonesia. Sebagai komponis dan pencipta
lagu, karyanya selalu dikenang dan dinyanyikan di tanah air berjudul Satu
Nusa Satu Bangsa. Lagu Satu Nusa Satu
Bangsa sendiri sudah akrab di telinga rakyat Indonesia, karena lagu tersebut
mudah dinyanyikan semua orang. Liriknya sederhana, tetapi mengandung arti
nasionalisme yang mendalam. Lagu tersebut merupakan pengalaman batin
Liberty Manik akan peristiwa-peristiwa pascakemerdekaan yang mendorongnya
menciptakan lagu Satu Nusa Satu Bangsa. Lagu wajib tersebut tepatnya diciptakan
pada 1947 atau dua tahun setelah Proklamasi Indonesia yang bertujuan guna
mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia agar terhindar dari segala bentuk
separatisme.
Semasa hidupnya, Liberty Manik menciptakan tidak kurang dari enam lagu-lagu Indonesia. Sebanyak dua diantaranya bernapaskan nasionalisme yaitu lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan Negara Jaya. Semangat nasionalisme Liberty Manik yang dituangkan ke dalam bidang musik sebagai seorang seniman menjadikannya menerima penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah Indonesia pada 1999.
Liberty Manik merupakan putra daerah Kabupaten Dairi, Sumatera Utara yang lahir pada 21 Nopember 1924 di Desa Huta Manik, Kecamatan Sumbul Pegagan. Munculnya para pemusik daerah di Tapanuli dengan latar belakang pengetahuan musik gereja misionaris Jerman yang cukup handal. Adapun mereka antara lain, Cornel Simanjuntak, Amir Pasaribu, J A Dungga, Binsar Sitompul, W Lumban Tobing dan Liberty Manik itu sendiri.
Para pemusik ini
beranggapan bahwa musik nasional tidak boleh dibangun di atas budaya musik Jawa
saja, musik diatonis lebih terbuka bagi umum di lapisan masyarakat dengan
berbagai kebhinekaannya. Liberty Manik adalah doktor pertama bidang musik di
Indonesia yang lulus dengan predikat Magna cum laude dari
Freie Universitat Berlin, Jerman. Beliau mendapat penghormatan Bintang Budaya
Parama Dharma dari Presiden Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie pada
1999 pada saat penobatannya sebagai Guru
Musik.
Lagu Satu Nusa Satu
Bangsa sendiri sudah akrab di telinga rakyat Indonesia, karena lagu tersebut
mudah dinyanyikan semua orang. Liriknya sederhana, tetapi mengandung arti
nasionalisme yang mendalam. Lagu tersebut merupakan pengalaman batin Liberty
Manik akan peristiwa-peristiwa pascakemerdekaan yang mendorongnya menciptakan
lagu Satu Nusa Satu Bangsa. Lagu wajib tersebut tepatnya diciptakan pada 1947
atau dua tahun setelah Proklamasi Indonesia yang bertujuan guna mempersatukan
seluruh masyarakat Indonesia agar terhindar dari segala bentuk separatisme.
Semasa hidupnya, Liberty
Manik menciptakan tidak kurang dari enam lagu-lagu Indonesia. Sebanyak dua
diantaranya bernapaskan nasionalisme yaitu lagu Satu Nusa Satu Bangsa dan
Negara Jaya. Semangat nasionalisme Liberty Manik yang dituangkan ke dalam bidang
musik sebagai seorang seniman menjadikannya menerima penghargaan Bintang Budaya
Parama Dharma dari pemerintah Indonesia pada 1999.
Liberty Manik merupakan
putra daerah Kabupaten Dairi, Sumatera Utara yang lahir pada 21 Nopember 1924
di Desa Huta Manik, Kecamatan Sumbul Pegagan. Munculnya para pemusik daerah di
Tapanuli dengan latar belakang pengetahuan musik gereja misionaris Jerman yang
cukup handal. Adapun mereka antara lain, Cornel Simanjuntak, Amir Pasaribu, J A
Dungga, Binsar Sitompul, W Lumban Tobing dan Liberty Manik itu sendiri.
Biografi Singkat
Liberty Manik memiliki
tiga saudara perempuannya. Mereka yakni Sukut Manik, Jamu Manik, dan Harap. Ibu
Liberty bernama Solat br (boru) Situmorang dan seorang ayahnya bernama Patiham
Manik. Liberty lahir dari keluarga yang berstatus sosial yang baik. Patiham
Manik menjabat sebagai Kepala Kampung Huta Manik. Patiham mempunyai tiga istri
yaitu Diung br Padang, Solat br Situmorang dan Annaria br Simbolon sehingga
Raja Patiham Manik dikarunia 11 anak yang terdiri dari 8 orang putri dan 3
orang putra.
Semasa hidupnya Liberty
Manik dikenal sebagai sosok parhata sada atau seseorang yang berkemauan keras.
Sejak kecil ia sudah memperlihatkan beberapa sifat yang menggambarkan
kepribadian Liberty Manik yaitu seseorang yang percaya diri dan berjiwa bebas.
Sesudah menyelesaikan pendidikannya di HIS Sidikalang pada 1940, Liberty
berkeinginan melanjutkan sekolah ke Pulau Jawa. Setelah lulus seleksi masuk HIK
Muntilan, ia berangkat menuju ke sana menggunakan kapal laut yang kemudian
bertemu dengan Cornel Simanjuntak atau yang lebih dikenal C Simanjuntak.
Adapun Cornel
Simanjuntak telah belajar satu tahun lebih dulu di HIK Muntilan. HIK Xaverius
College Muntilan sendiri dikenal sebagai sekolah pendidikan guru dan
menempatkan musik sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang pokok dalam
kegiatan pembelajaran siswa. Pada 1942, kedatangan Jepang ke Indonesia
menyebabkan sekolah HIK Muntilan terpaksa ditutup karena guru-guru yang
berkebangsaan Belanda harus pulang jika tidak ingin ditawan Jepang. Hal
tersebut menyebabkan siswa-siswa tidak bisa melanjutkan sekolah dan tidak bisa
pulang kampung apalagi bagi siswa-siswa perantau.
Jika Cornel Simanjuntak
bekerja menjadi pengajar di sekolah dasar di Magelang, Liberty Manik menjadi
penyanyi dan pemain biola pada siaran Radio Semarang (Semarang Hoyokyooku).
Hidup di zaman pascakemerdekaan menjadi pengalaman yang tidak pernah bisa
dilupakan begitu saja. Liberty Manik yang ketika itu masih sebagai pemuda turut
merasakan bagaimana kolonial dan pendudukan Jepang berusaha merusak kemerdekaan
Indonesia yang baru saja diperoleh. Belanda dengan politik memecah belahnya dan
Jepang dengan propaganda 3A mencoba menggoncangkan kesatuan Indonesia yang baru
saja dinyatakan melalui Proklamasi Kemerdekaan.
Pengalaman batin
tersebut menggugah Liberty Manik untuk menciptakan suatu lagu yang berjudul
Satu Nusa Satu Bangsa yang bertujuan mengikat kemajemukan Indonesia menjadi
satu. Dengan harapan lagu tersebut bisa menjadi suatu doa guna menopang
kemerdekaan tersebut.
Meninggal di Yogyakarta
Pada 1954, Lembaga
Kerjasama Kedutaan Indonesia- Belanda (Sticusa) mengundang Liberty Manik untuk
belajar musik dari seorang komponis Belanda, Kees Kef di Amsterdam. Kemudian
pada 1955, ia berangkat menuju Wuppertal-Barmen untuk mempelajari Musik
Gerejawi pada “Landeskirchen Musik Schule im Rheinland” atas undangan dari
Rheinische Missions Gesellschapt (RMG) dan sekarang berubah nama menjadi
Vereinigte Evangelische Mission (VEM).
Pada akhir 1959, atas
dukungan Kedutaan Besar Repubik Indonesia di Bonn, Liberty Manik memperoleh
beasiswa dari Deutscher Akademi Scher Austavschdienst (DASA) untuk melanjutkan
studinya ke Freie Universitat di Berlin Barat. Liberty Manik yang sering
dikenal sebagai komponis merupakan sesorang intelektual yang gigih belajar dan
selalu haus memperluas wawasannya, baik dalam bidang ilmu yang ditekuninya
maupun isu-isu yang berkembang di masanya.
Liberty Manik meninggal
dunia di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta setelah beberapa hari dirawat di sana
akibat menderita pendarahan usus dan diketahui melalui aktivitas saling
mengirim surat dengan Situngkir, keponakannya. Liberty memang sudah
mengalami sakit-sakitan dimulai 1981 hingga akhir hayatnya pada 1993. Setelah
upacara adat Batak dilaksanakan pada 17 September 1993 di kediamannya Melati
Glondong, Jalan Magelang, Yogyakarta, jenazahnya disemayamkan di Aula Institut
Seni Indonesia Yogyakarta. Ia dimakamkan di Taman Makam Seniman Imogiri,
Bantul.
Ciptaan Liberty Manik tidak kurang dari enam lagu, yaitu Satu Nusa Satu Bangsa, Desaku Yang Kucinta, Pantai Sepi, Di Laut, Tamanku dan Negara Jaya. Di samping itu, beliau aktif menerjemahkan lagu-lagu rohani rakyat daerah Simalungun, Pakpak dan Karo serta lagu rohani yang berasal dari Eropa. Namun di luar itu, Liberty ternyata juga seorang filolog atau ahli bahasa kuno. Kemampuannya adalah mentranslasi teks yang ditulis dalam aksara Batak. Kemampuannya itu terungkap ketika pemerintah Jerman pernah memanfaatkan jasanya untuk kebutuhan kearsipan di negara itu.
Berkat Liberty, sekarang
setidaknya ada 500 arsip teks Batak Jerman sementara di Indonesia sendiri
kurang lebih hanya 100 buah. Selain itu, Liberty Manik juga rajin
mendokumentasikan musik gondang. Dokumentasinya itu juga menjadi bagian dari
arsip Batak yang dimiliki Jerman. (dikutip dari www.liputan6.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Tinggalkan Pesan