28 Oktober, 2022

UNTUNG RUGI KEPALA DAERAH PERPANJANG ESELON 2 PENSIUN MENANGI PILKADA

OPINI -  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 4, bahwa Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu. Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: jabatan struktural eselon I, jabatan struktural 

eselon II, jabatan Dokter, yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri, jabatan Pengawas Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Dasar, Taman Kanak-Kanak atau jabatan lain yang sederajat atau jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.

Namun, walaupun jabatan structural maupun fungsional di Birokrasi Pemerintahan itu bukan Jabatan Politis, acapkali pejabat-pejabat structural maupun fungsional menjadi kendaraan politik kepala daerah maupun legislator. Menjadi pertanyaan, mengapa pejabat strukural terutama dipandang strategis untuk mendukung kepala daerah terutama incumbent untuk meraih periode kedua menjadi kepala daerah ?

Jika di akumulasikan pada Pilkada 2024 terdapat 271 kepala daerah yang akan lengser selama periode 2022-2023, terdiri dari 24 gubernur, 56 wali kota, dan 191 bupati.  Menarik sangat jika kepala daerahnya masih berpikir kalau garansi memenangkan periode ke-2 sebagai kepala daerah ditentukan oleh para kepala dinas atau Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama di Kabupaten/Kota dan ditambah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di level provinsi.

Menurut kajian dan berbagai penelitian yang dipelajari penulis, hanya sedikit nilai tambah jika kepala dinas atau jabatan selevelnya adalah “orang” kepala daerah kecuali bila di suruh kumpul-kumpul sesuatu untuk modal Pilkada. Para pejabat pimpinan tinggi tersebut tentu sebahagian akan berusaha menghubungi sanak saudara untuk ikut berperan memenangkan incumbent untuk peride ke-2 agar dia pun bisa aman untuk terus menjabat sebagai pejabat di JPT.

Pada kenyataannya, peran kepala dinas atau JPT tidaklah begitu signifikan untuk meraup suara bagi incumbent, apalagi jika Pejabat itu bukanlah seorang tokoh baik. Lebih riskan dan menyedihkan lagi jika Pejabat di JPT itu, mendapatkan perpanjangan usia pensiunnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan dengan tidak menjamin terpenuhinya persyaratan. Persyaratan untuk perpanjangan usia pensiun kepala dinas atau pejabat di JPT yaitu  memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi, memiliki kinerja yang baik, memiliki moral dan integritas yang baik dan sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan Dokter. 

Penulis menilai, justru kepala dinas atau pejabat di JPT itu akan menggerus suara atau mengurangi suara pemilih atau simpatisan atau pendukung yang militan memilih incumben jika tetap memperpanjang masa usia pensiun atau memperpanjang jabatannya sebagai kepala dinas atau pejabat eselon 2.

Justru jika ada Camat yang menjabat di daerah kelahirannya atau bertugas di komunitas mayoritas suku atau pun adat ataupun agama, jauh lebih besar manfaatnya untuk meraup suara dibandingkan sosok seorang kepala dinas atau pejabat di JPT. Camat bisa di paksa 24 jam berkampanye memenangkan incumbent termasuk berkampanye negative ataupun berkampanye hitam untuk kepentingan incumbent. Camat memiliki peluang yang jauh lebih besar dibanding seorang kepala dinas atau pejabat di JPT untuk memenangkan seorang incumbent.

Indonesia memiliki sistem kekerabatan adat, budaya maupun agama yang sangat signifikan masih berpengaruh besar untuk menentukan sosok seorang pemimpin. Nilainya menjadi lebih besar bila berada di system kekerabatan masyarakat batak Sumatera Utara. Kata Kuncinya adalah penguasaan tokoh-tokoh adat dan atau suku, marga, maupun tokoh-tokoh masyarakat.

Seharusnya, incumbent berkonsentrasi menjalin komunikasi dan membangun komitmen dengan ketua-ketua atau yang dituakan dalam masyarakat adat, suku, marga maupun budaya di wilayahnya. Tanyakanlah kepada kelompok masyarakat di setiap daerah, siapa yang mereka inginkan di birokrasi untuk di dudukan, kemudian setelah itu masyarakat itu akan memberikan garansi akan mendukung incumbent. Tidaklah mengapa, jika ada kesempatan terkahir, anggap saja “sumbangan” atau “uang muka” bagi para tokoh untuk melantik “cuma-cuma” pejabat titipan mereka.

Pilihan lain jika tidak ada pilihan dari kelompok masyarakat tertentu, bisa saja ditanyakan siapa pejabat kepala dinas atau pejabat di JPT yang mereka benci agar di lengserkan. Ini juga dapat dijadikan kontrak politik untuk meraih dukungan suatu kelompok masyarakat tertentu.

Walaupun pemilik massa sesungguhnya adalah kepala desa, namun kepala desa jaman sekarang relative mudah di ganggu karena ada anggaran desa dan dana desa yang mereka kelola, tentu satu atau dua bahkan lebih terdapat kelemahan-kelemahan dalam penyelenggaraannya. Namun apabila kepala desa nya kuat dan bersih, diantara berbagai jalan meraih suara, sosok kepala desa lah yang paling potensial.

Kesimpulannya, tidaklah begitu berguna menyandarkan peran pemenangan incumbent untuk periode kedua di pundak kepala dinas atau pejabat JPT dengan memperpanjang usia pensiunnya. Incumbent akan lengser di tahun 2023, otomatis kendali pergerakan para kepala dinas, camat, kepala sekolah tidak lagi dalam genggamannya, namun di tangan Penjabat Kepala Daerah. Walaupun penjabat kepala daerah adalah “orangnya” incumbent, namun perannya tidak lebih dari 10 persen membantu incumbent. Sisanya ada 60 persen di tangan tokoh-tokoh masyarakat, 20 persen di pendukung militant incumbent, 10 persen lagi di tangan pemilih yang dibohongi tim sukses incumbent.

Jika Penjabat Kepala Daerah adalah bukan “orangnya” incumbent, maka persentasenya berubah menjadi 5 persen didukung oleh pejabat-pejabat orangnya incumbent, 15 persen orangnya penjabat kepala daerah, 60 persen dipengaruhi tokoh-tokoh masyarakat, 20 persen pendukung militant dan 10 persen lagi di tangan pemilih yang di bohongi tim sukses incumbent.

CHRIST  D. B. GINTING
BANDIRMA ON YEDI EYLUL UNIVERSITESI TURKEY
Jurusan Hubungan Internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Tinggalkan Pesan