OPINI - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 4, bahwa Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat diperpanjang bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan tertentu. Perpanjangan batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku: jabatan struktural eselon I, jabatan struktural
Namun,
walaupun jabatan structural maupun fungsional di Birokrasi Pemerintahan itu
bukan Jabatan Politis, acapkali pejabat-pejabat structural maupun
fungsional menjadi kendaraan politik kepala daerah maupun legislator. Menjadi
pertanyaan, mengapa pejabat strukural terutama dipandang strategis untuk
mendukung kepala daerah terutama incumbent untuk meraih periode kedua menjadi
kepala daerah ?
Jika di
akumulasikan pada Pilkada 2024 terdapat 271 kepala daerah yang akan
lengser selama periode 2022-2023, terdiri dari 24 gubernur, 56 wali kota, dan
191 bupati. Menarik sangat jika kepala daerahnya masih berpikir kalau garansi
memenangkan periode ke-2 sebagai kepala daerah ditentukan oleh para kepala
dinas atau Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama di Kabupaten/Kota dan ditambah
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di level provinsi.
Menurut
kajian dan berbagai penelitian yang dipelajari penulis, hanya sedikit nilai
tambah jika kepala dinas atau jabatan selevelnya adalah “orang” kepala daerah kecuali bila di suruh kumpul-kumpul sesuatu untuk modal Pilkada.
Para pejabat pimpinan tinggi tersebut tentu sebahagian akan berusaha
menghubungi sanak saudara untuk ikut berperan memenangkan incumbent untuk peride
ke-2 agar dia pun bisa aman untuk terus menjabat sebagai pejabat di JPT.
Pada
kenyataannya, peran kepala dinas atau JPT tidaklah begitu signifikan untuk
meraup suara bagi incumbent, apalagi jika Pejabat itu bukanlah seorang tokoh baik. Lebih riskan dan menyedihkan lagi jika Pejabat di JPT itu, mendapatkan perpanjangan
usia pensiunnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan dengan tidak menjamin terpenuhinya persyaratan. Persyaratan untuk perpanjangan usia pensiun kepala dinas atau pejabat di JPT yaitu memiliki
keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi, memiliki kinerja
yang baik, memiliki moral dan integritas yang baik dan sehat jasmani dan rohani
yang dibuktikan oleh keterangan Dokter.
Penulis
menilai, justru kepala dinas atau pejabat di JPT itu akan menggerus suara atau
mengurangi suara pemilih atau simpatisan atau pendukung yang militan memilih incumben jika tetap memperpanjang masa usia pensiun atau memperpanjang
jabatannya sebagai kepala dinas atau pejabat eselon 2.
Justru
jika ada Camat yang menjabat di daerah kelahirannya atau bertugas di komunitas
mayoritas suku atau pun adat ataupun agama, jauh lebih besar manfaatnya untuk
meraup suara dibandingkan sosok seorang kepala dinas atau pejabat di JPT. Camat
bisa di paksa 24 jam berkampanye memenangkan incumbent termasuk berkampanye negative
ataupun berkampanye hitam untuk kepentingan incumbent. Camat memiliki peluang
yang jauh lebih besar dibanding seorang kepala dinas atau pejabat di JPT untuk
memenangkan seorang incumbent.
Indonesia
memiliki sistem kekerabatan adat, budaya maupun agama yang sangat signifikan
masih berpengaruh besar untuk menentukan sosok seorang pemimpin. Nilainya
menjadi lebih besar bila berada di system kekerabatan masyarakat batak Sumatera
Utara. Kata Kuncinya adalah penguasaan tokoh-tokoh adat dan atau suku, marga, maupun
tokoh-tokoh masyarakat.
Seharusnya,
incumbent berkonsentrasi menjalin komunikasi dan membangun komitmen dengan
ketua-ketua atau yang dituakan dalam masyarakat adat, suku, marga maupun budaya
di wilayahnya. Tanyakanlah kepada kelompok masyarakat di setiap daerah, siapa
yang mereka inginkan di birokrasi untuk di dudukan, kemudian setelah itu
masyarakat itu akan memberikan garansi akan mendukung incumbent. Tidaklah
mengapa, jika ada kesempatan terkahir, anggap saja “sumbangan” atau “uang muka”
bagi para tokoh untuk melantik “cuma-cuma” pejabat titipan mereka.
Pilihan
lain jika tidak ada pilihan dari kelompok masyarakat tertentu, bisa saja
ditanyakan siapa pejabat kepala dinas atau pejabat di JPT yang mereka benci
agar di lengserkan. Ini juga dapat dijadikan kontrak politik untuk meraih
dukungan suatu kelompok masyarakat tertentu.
Walaupun
pemilik massa sesungguhnya adalah kepala desa, namun kepala desa jaman sekarang
relative mudah di ganggu karena ada anggaran desa dan dana desa yang mereka
kelola, tentu satu atau dua bahkan lebih terdapat kelemahan-kelemahan dalam
penyelenggaraannya. Namun apabila kepala desa nya kuat dan bersih, diantara berbagai
jalan meraih suara, sosok kepala desa lah yang paling potensial.
Kesimpulannya,
tidaklah begitu berguna menyandarkan peran pemenangan incumbent untuk periode
kedua di pundak kepala dinas atau pejabat JPT dengan memperpanjang usia pensiunnya. Incumbent akan lengser di tahun
2023, otomatis kendali pergerakan para kepala dinas, camat, kepala sekolah
tidak lagi dalam genggamannya, namun di tangan Penjabat Kepala Daerah. Walaupun
penjabat kepala daerah adalah “orangnya” incumbent, namun perannya tidak lebih
dari 10 persen membantu incumbent. Sisanya ada 60 persen di tangan tokoh-tokoh
masyarakat, 20 persen di pendukung militant incumbent, 10 persen lagi di tangan
pemilih yang dibohongi tim sukses incumbent.
Jika
Penjabat Kepala Daerah adalah bukan “orangnya” incumbent, maka persentasenya
berubah menjadi 5 persen didukung oleh pejabat-pejabat orangnya incumbent, 15 persen orangnya penjabat kepala daerah, 60 persen dipengaruhi tokoh-tokoh
masyarakat, 20 persen pendukung militant dan 10 persen lagi di tangan pemilih
yang di bohongi tim sukses incumbent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Tinggalkan Pesan