22 Oktober, 2022

KEJAHATAN INCUMBENT, PELANGGARAN PILKADA SISTEMATIS, TERSTRUKTUR, MASIF

OPINI- Ada Ratusan daerah akan dipimpin oleh penjabat (Pj.) kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat pada 2022-2023. Setiap penjabat punya masa jabatan satu tahun. Mereka bisa diganti atau mendapat perpanjangan masa jabatan setelah satu tahun. Jika ditotal, akan ada 271 daerah yang akan dipimpin oleh Pj kepala daerah. Sebanyak 101 kepala daerah hasil pilkada 2017 habis masa jabatannya pada 2022, dan 170 kepala daerah hasil pilkada 2018 habis masa jabatannya pada 2023. Khusus gubernur, bakal ada 27 yang akan habis masa
jabatannya, 7 di 2022 dan 17 di 2023. Pj Gubernur akan diajukan Kemendagri lalu dipilih langsung oleh Presiden. Dalam UU Pilkada Pasal 210 ayat (11) juga diatur mekanisme pengisi jabatan (penjabat) bupati dan walikota yang kosong. Dalam ayat tersebut diatur bahkan penjabat bupati/walikota diangkat dari dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Walaupun Kepala Daerah incumbent yang ingin melanjutkan ke periode ke-2 akan berakhir tahun 2022 atau 2023 dan dilanjutkan oleh Penjabat Kepala Daerah, namun masih ada lebih kurang 1 (satu) tahun lagi untuk melakukan gerakan / tindakan untuk menguntungkan diri sendiri menjelang penyelenggaraan Pilkada 2024. Sedangkan untuk melakukan mutasi ataupun rotasi pejabat di lingkungan birokrasi pemerintahan sudah terbatas waktunya dan akan melalui proses lebih rumit di Komisi Aparatur Sipil Negara. Namun, relative sangat sulit bagi incumbent jika masih berpikir memanfaatkan pejabat birokrasi pemerintahan bila Penjabat Kepala Daerah buka “orang” nya.

Pada perhelatan Pemilu Pilkada, Mahkamah Konstitusi berwenang menggelar sidang pelanggaran proses Pilkada. Pilkada ulang, pembatalan hasil Pilkada dan eliminasi hasil serta calon kepala daerah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Para penggugat hasil Pilkada dituntut untuk dapat membuktikan terjadinya pelanggaran Pilkada yang terjadi itu adalah pelanggaran tersturuktur, sistematis dan massif (TSM). Pelanggaran terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama. Kemudian pelanggaran sistematis dimaknai sebagai pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Adapun pelanggaran masif adalah pelanggaran yang dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan

Beberapa modus pelanggaran TSM yang harus mampu dibuktikan adalah pelanggaran Syarat Administrasi Pencalonan, Politik uang, Politisasi Birokrasi, Kelalaian Petugas - Penyelenggara Pemilu, Memanipulasi Suara dan Intimidasi.Berbagai bentuk pelanggaran massif, sistematis dan terstuktur seperti : Politisasi Birokrasi. Politisasi birokrasi oleh incumbent terjadi ketika kepala daerah yang sedang menjabat kemudian menggunakan kekuasaannya melalui berbagai program pemerintah untuk memperoleh dukungan. Memang ini menjadi lebih sulit dilakukan bagi incumbent yang yang tidak menjabat lagi pada saat di gelar Pilkada alias ada Penjabat Kepala Daerah yang menggantikannya. Namun masih ada celah bila incumbent "bersahabat" dengan penjabat itu.

Ada lagi model melakukan sosialisasi program, memerintahkan banyak oknum pegawai negeri sipil hingga melakukan intimidasi kepada jajaran di bawahnya dengan tujuan mendominasi perolehan suara. Politisasi terhadap birokrasi tidak hanya digunakan untuk memenangkan incumbent sendiri, namun juga digunakan untuk mensukseskan keluarga kepala daerah yang sedang mencalonkan diri.

Incumbent dengan kekuasaannya mengkoordinir Ketua RT, Kepala Dusun, Panitia Pemilihan Lapangan, Kepala Kelurahan, Kepala Desa, Ketua KPPS, hingga Panwaslu. Incumbent juga memanfaatkan PPL, Ketua RT dan Kepala Dusun untuk membagikan raskin gratis ataupun bantuan sosial dalam berbagai bentuk,  dan KTP gratis. Tim Pemenangan Calon juga melakukan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang melibatkan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, Imam Desa dan Sekretaris Kecamatan dan pejabat lain baik saat menjabat maupun setelah di tunjuk Penjabat Kepala Daerah.

Incumbent juga memanfaatkan jabatannya untuk mengangkat dan mengerahkan pegawai dilingkungan pemerintah daerah dengan tujuan memenangkan pemilukada. Incumbent melakukan pengangkatan Pegawai Harian Tidak Tetap (PHPT) dan kemudian dijadikan sebagai tim pemenangan Pasangan Calon dengan janji akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ketika kandidat memenangi pemilukada.

Beberapa agenda pertemuan juga dilakukan di tempat terpisah, misalnya Balai Desa rumah ibadah dan tempat lainnya.. Pertemuan itu dihadiri para pejabat daerah juga incumbent yang kemudian memberikan arahan untuk menyukseskan Pemilukada dengan menyatakan, “Lanjutkan” kepemimpinan  dengan memenangkan Pasangan Incumbent.  Arahan itu juga disertai dengan ancaman sanksi bagi yang tidak mendukung incumbent.  Tentu ini dilakukan saat penjabat kepala daerah belum menggantikan incumbent.

Pertemuan serupa juga terjadi dengan agenda rapat koordinasi di kecamatan   dihadiri Camat, Kepala Desa  yang dihadiri langsung oleh Incumbent serta beberapa kepala dinas dengan agenda rapat “Koordinasi Desa Pembangunan”. Agenda itu kemudian berubah menjadi presentasi mengenai pemenangan incumbent. Dalam pertemuan itu, kepala desa dan atau camat diwajibkan mempresentasikan target pemenangan untuk Pasangan Calon incumbent dengan target kemenangan di atas 50%. Pertemuan itu juga dibarengi dengan pembagian uang kepada setiap kepala desa, sawer-sawer pada setiap acara yang dihadiri masyarakat. Kemasannyaa bisa dalam kegiatan hiburan musik sambil berjoget, ada juga pemberian bantuan, pemberian hadiah karena sesuatu prestasi dan ada juga di balut kata sumbangan sukarela dari organisasi maupun partai.

Pengerahan birokrasi juga terjadi dalam Pemilukada, misalnya  di pimpin oleh  Dinas Pertanian   jajaran Penyuluhan Pertanian Lapangan yang merupakan PNS maupun Honorer telah di paksa tidak berlaku netral. Dinas Pertanian juga melibatkan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta Produsen Pupuk dan atau penyalur pupuk maupun obat-obatan untuk mendukung incumbent. Modus yang digunakan adalah melakukan sosialisasi penggunaan pupuk ataupun obat-obatan ataupun program pemberian bibit atau alat-alat pertanianj dengan menyelipkan agenda arahan dan ajakan untuk memilih incumbent  

Pertemuan itu digunakan Incumben untuk berpidato yang mengarahkan agar kepala lingkunganan dan kepala dusun atau kepala desa tidak berkampanye untuk pasangan calon selain untuk incumbent  Selain itu ada juga gerakan mengajak agar Pegawai atau honor yang menangani Kebersihan memilih incumbent. 

Tidak ketinggalan istri incumbent ataupun keluarga lainnya melakukan berbagai kegiatan kampanye terselubung untuk memenangkaan incumbent. Pertemuan rapat atau arisan PKK di Kantor PKK atau di Kantor Camat, istri Incumbent meminta kepada ibu-ibu PKK untuk memilih incumbent agar terjadi keberlanjutan pembangunan daerah. Cara ini juga di dilakukan dan terdeteksi menjadi indicator pelanggaran TSM di Mahkamah Konstitusi.

Beberapa aparat Pemerintah Daerah dan atau kepala daerah incumbent  ada juga berusaha melakukan berbagai upaya penekanan bagi aparatur  PNS maupun honorer seperti membuat dan menandatangani surat pernyataan dukungan bahkan sampai dengan merekapitulasi berapa orang yang bisa di garap atau dipengaruhi untuk memilih incumbent.

Banyak lagi modus program pemerintah daerah yang dijadikan incumbent sebagai bahan prestasi pribadi walaupun menggunakan anggaran dan fasilitas Negara. Contohnya  memberikan pesan-pesan kepada masyarakat melalui para siswa anak sekolah yang memanfaatkan pemberian bantuan Bus Sekolah Gratis maupunn angkutan umum gratis kepada masyarakat agar nanti memiliih incumbent pada Pilkada.

Urusan kesehatan sebenarnya sangat jitu menarik dukungan kepada incumbent karena terkait masalah penderitaan maupun nyawa penderita. Tesisnya, ketika seseorang di bantu untuk menyelematkan pasien maka pihak keluarga akan mudah ditanamkan hutang budi untuk membayar hutang nyawa pasien kepada incumbent. Sosok Kepala Dinas Kesehatan dan atau tenaga medis di Puskesmas maupun rumah sakit maupun PMI daerah  mengarahkan kepada seluruh jajaran Dinas Kesehatan  juga masyarakat yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung dan memenangkan incumbent terbaca sangat strategis menjadi sarana prioritas kampanye terselubung yang TSM.

Pejabat daerah ditunjuk beberapa orang untuk    menyiapkan kas kecil yang bersumber dari pengutipan-pengutipan kepada pejabat-pejabat daerah dalam rangka persiapan pencalonan incumbent. Tidak sampai di sini saja, incumbent akan menyampaikan pesan dan janji kepada Pejabat dan atau PNS untuk tetap mendukung incumbent dan menyampaikan kepada semua sahabat atau teman atau keluarga untuk memilih incumbent bila ingin pejabat kepala dinas atau camat atau kepala desa nanti akan "aman" bila incumbent terpilih lagi untuk periode ke-2.

Pengerahan pegawai daerah juga dilakukan di lingkungan Dinas Pendidikan melalui kepala sekolah dan guru-guru. Bahkan dibentuk kelompok pemenangan contohnya diberi nama “Barisan Penggerak Pembangunan Daerah” (Brigade) yang seluruhnya merupakan PNS. Mutasi, intimidasi dan pemecatan kepada PNS dan aparat pemerintahan yang diidentifikasi tidak memihak kepada incumbent melalui rekam jejak dan prilaku pejabat yang dinilai akan menjadi duri dalam daging bagi incumbent. Mutasi intimidasi ini dilakukan atau di tujukan juga kepada kepala-kepala SD dan SMP untuk tingkap incumbent level kabupaten / kota dan untuk kepala sekolah SMA maupun SMK untuk level Gubernur. Hal ini dilakukan pada saat mutasi terakhir yang bisa dilakukan incumbent.

Tim kampanye dibentuk dengan berusaha melibatkan anggota KPPS, PPS, PPK dan Ketua RT. Tim kampanye baik tersembunyi maupun terang-terangan membagikan uang Pembagian itu dilakukan dengan pendataan nama-nama warga yang berhak memilih diseluruh kecamatan yang ad. Warga yang telah mendapatkan uang, diberikan sertifikat sebagai Relawan Pasangan Calon incumbent. Selain membagikan uang, kandidat terpilih juga menjanjikan akan memberikan hadiah atau janji atau kemudahan lainnya jika nanti memenangkan Pilkada. Contoh janji seperti membagikan voucher yang dilakukan oleh Tim Relawan Incumbent.  

Pelanggaran berupa politik uang terjadi di beberapa tempat yang menggunakan modus membagi-bagikan sejumlah uang dengan imbalan memilih kandidat bersangkutan atau incumbent. Di sejumlah daerah, Kepala Daerah memanfaatkan para pengusaha atau pemborong proyek-proyek termasuk pemburu PL (kegiatan dengan penunjukan langsung) dengan janji akan diberikan proyek banyak ketika incumben menang lagi untuk periode ke-2. Modus politik uang dengan cara mengundang pemilih dan pemberian amplop masing-masing warga diberikan amplop bergambar incumbent juga banyak dilakukan incumbent.

Praktek politik uang dilakukan dengan membagikan baju koko dan topi oleh pihak suruhan incumben. Modus pemberian bantuan-bantuan keagamaan dengan menggunakan anggaran daerah juga menjadi paforit incumbent meraih suara. Pembagian itu dilakukan menjelang atau pada saat Pemilukada Bahkan warga yang terang-terangan menolak mendapatkan uang akan di ancam atau  dipukul oleh tim sukses incumben. Menebar janji-janji akan memberikan bantuan kepada rumah-rumah ibadah bila pengurus rumah ibadah / tokoh-tokoh agama memobilisir jemaat atau jamaah mendukung incumbent.

Tim sukses incumbent juga akan berusaha mempengaruhi dengan janji dan hadian kepada Petugas KPPS misalnya, melakukan pencoblosan surat suara pada malam dan pagi hari untuk suara incumbent. Mempengaruhi Petugas pemilihan umum agar tidak konsisten dalam menentukan surat suara sah dan tidak. 

Selaian beberapa modus pelanggaran TYM tersebut, incumbent juga dapat melakukan pelanggaran melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa yang membawahi atau membina kepala desa / desa melalui tindakan memberikan kemudahan-kemudahan dan perlindungan bagi kepala desa serta perangkat desa namun dengan perjanjian akan membela incumbent ketika Pilkada di gelar nanti. Demikian juga incumbent akan mengklaim bahwa dirinya patut dipilih dengan memberikan contoh pembangunan jalan maupun sarana prasarana yang dinikmati masyarakat termasuk mencaplok pembangunan sarana dan prasarana oleh Pemerintah Propinsi maupun Negara sebagai prestasi dia kemudian melakukan seremonial acara peresmian ataupun gunting pita.

Modus lain juga dilakukan melalui instansi pemerintahan Inspektorat Daerah, upaya penekanan dan kampanye terselubung dapat dilakukan oleh Inspektorat daerah. Pemeriksaan rutin terhadap penyelenggaraan APBDesa, dapat diwujudkan dengan membangun komitmen kepada para kepala desa untuk “memaafkan” pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kepala desa jika berpihak dan berkomitmen membela incumbent pada Pilkada. Namun tindakan sebaliknya mengancam dan “mengerjai” para kepala desa yang menjadi lawan atau tidak berkomitmen membela incumbent pada pagelaran Pilkada berikutnya.

Banyak modus yang bisa menjadi bukti di Mahkamah Konstitusi untuk di simpan baik di dokumentasikan dengan baik sebagai senjata membatalkan incumbent ketika menang melanjutkan kepemimpinannya untuk periode ke-2. Namun, MK seharusnya juga memiliki kewenangan tidak hanya sampai mengulang pemilihan pilkada di daerah atau membatalkan atau mengeleminiasi incumbent, tetapi juga memberkan hukuman pidana kepada incumbent yang terbukti melakukan pelanggaran proses Pilkada, kelak.

Niat-niat jahat oknum incumbent meniru kasus-kasus yang terstruktur, sistematis dan massif ini memang adalah strategi yang terbaik untuk mewujudkan kepemimpinan 2 periode. Namun regulasi peraturan perundang-undangan terkait Pemilu menyangkut kepala daerah, membuat  para incumbent yang masih bermimpi untuk 2 periode pusing 7 keliling. Menjadi lebih mudah mewujudkannya bila  sosok penjabat kepala daerah penggantinya nanti adalah "teman" incumbent. 

Sosok Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) yang mutlak menjadi syarat seorang penjabat kepala daerah, membuat posisi sekretaris daerah sebagai harapan terakhir incumbent. Walaupun JPT yang  ditunjuk Mendagri / Presiden menjadi penjabat kepala daerah bisa datang dari pejabat yang menjabat JPT dari Propinsi maupun dari Kementerian di jajaran Pemerintahan Pusat Republik Indonesia. Akhirnya sampai pada kesimpulan, janganlah bermimpi 2 periode  jika incumbent selama menjabat adalah juara berbohong, juara menipu dan juara menyakiti, mending tidur saja. 


CHRIST  D.B. GINTING
BANDIRMA ON YEDI EYLUL UNIVERSITESI TURKEY
Jurusan Hubungan Internasional.

1 komentar:

Mohon Tinggalkan Pesan